Kemampuan Matematika di Kelas Satu SD Menentukan Tingkat Keterampilan Matematika Selanjutnya
Suka dengan artikel ini?
Jelajahi artikel-artikel FaktaIlmiah yang berdasarkan apa yang dibaca dan ditonton teman-teman.
Terbitkan aktivitas Anda sendiri dan dapatkan kendali penuh. Login
Jumat, 1 Maret 2013 -
Studi
jangka panjang dari para peneliti di National Institute of Child Health
and Human Development, menunjukkan bahwa anak-anak yang sebelumnya
gagal meraih keterampilan
matematika dasar di kelas pertamanya, akan mendapat nilai
yang jauh di belakang para siswa lain untuk hasil ujian matematikanya
di kelas tujuh. Ujian ini sekaligus menilai tingkat keterampilan
matematika yang umumnya dibutuhkan orang dewasa dalam
kehidupan sosialnya.
Dasar dari keterampilan matematika, yaitu ‘pengetahuan sistem
bilangan‘,
adalah kemampuan untuk menghubungkan suatu jumlah dengan simbol numerik
yang mewakilinya, serta untuk memanipulasi jumlah dan melakukan
penghitungan. Keterampilan ini merupakan dasar untuk semua kemampuan
matematika lainnya, termasuk yang diperlukan orang dewasa sebagai
anggota masyarakat, sebuah konsep yang disebut numerasi.
Para
peneliti melaporkan bahwa upaya awal untuk membantu anak-anak mengatasi
kesulitannya mempelajari pengetahuan sistem bilangan, secara signifikan
bisa bermanfaat untuk jangka panjang. Dari data yang mereka peroleh,
tercatat lebih dari 20 persen orang dewasa AS tidak memiliki
keterampilan matematika kelas delapan yang dibutuhkan dalam dunia kerja.
Pengetahuan
sistem bilangan adalah kemampuan untuk menghubungkan suatu jumlah
dengan simbol numerik yang mewakilinya, serta untuk memanipulasi jumlah
dan melakukan penghitungan. Sebagai contoh, 3 titik pada gambar di atas
dapat diwakili dengan angka tiga dan 3 terdiri dari 2 dan 1 (Kredit:
NIH/National Institute of Child Health and Human Development)
“Pemahaman sejak
dini pada jumlah dan bilangan tampaknya menjadi fondasi bagi kita untuk
membangun pemahaman yang lebih kompleks pada bilangan dan
penghitungan,” kata Kathy Mann Koepke, Ph.D., direktur Ilmu Matematika
dan Kognisi dan Belajar: Program Pengembangan dan Gangguan di National
Institute of Child Health and Human Development (NICHD), Eunice Kennedy
Shriver, “Untuk mewujudkan prioritas nasional pada pendidikan di bidang
sains, teknologi, teknik dan matematika, maka sangat penting bagi kita
untuk memahami bagaimana anak-anak bisa menjadi terampil matematika, dan
intervensi apa saja yang dapat membantu mereka dalam berjuang membangun
keterampilan ini.”
Hasil penelitian ini merupakan bagian dari
studi anak-anak jangka panjang dalam sistem sekolah di Columbia. Diawali
dengan mengevaluasi kemampuan pengetahuan sistem bilangan pada para
siswa kelas satu dari 12 Sekolah Dasar. Pengetahuan sistem bilangan ini
terdiri dari beberapa prinsip inti:
Bilangan yang mewakili besaran yang berbeda (lima lebih besar dari empat).
Hubungan-hubungan
bilangan yang tetap sama meski bilangan-bilangan itu bervariasi.
Misalnya, perbedaan antara 1 dan 2 sama dengan perbedaan antara 30 dan
31.
Kuantitas (misalnya, tiga bintang) dapat diwakili dengan simbol (angka 3).
Bilangan yang dapat dipecah menjadi beberapa bagian (5 terdiri dari 2 dan 3 atau 1 dan 4).
Para peneliti juga mengevaluasi keterampilan kognitif seperti daya ingat, rentang waktu konsentasi, dan
kecerdasan umum.
Di
tahun-tahun berikutnya, studi kembali difokuskan pada para siswa yang
sama setelah mereka memasuki kelas tujuh. Dari hasil tes untuk
tingkat kelas ini, ditemukan bahwa anak-anak yang memiliki nilai
terendah untuk ujian pengetahuan sistem bilangan saat di kelas
satu, memperoleh nilai yang tertinggal dari rekan-rekan mereka. Para
peneliti mencatat bahwa perbedaan-perbedaan dalam hal numerasi di antara
kedua kelompok ini tidak ada kaitannya dengan kecerdasan, kemampuan
bahasa ataupun metode yang digunakan untuk menyelesaikan soal hitungan.
Kemampuan Matematika di Kelas Satu SD Menentukan Tingkat Keterampilan Matematika Selanjutnya
Suka dengan artikel ini?
Jelajahi artikel-artikel FaktaIlmiah yang berdasarkan apa yang dibaca dan ditonton teman-teman.
Terbitkan aktivitas Anda sendiri dan dapatkan kendali penuh. Login
Jumat, 1 Maret 2013 -
Studi
jangka panjang dari para peneliti di National Institute of Child Health
and Human Development, menunjukkan bahwa anak-anak yang sebelumnya
gagal meraih keterampilan
matematika dasar di kelas pertamanya, akan mendapat nilai
yang jauh di belakang para siswa lain untuk hasil ujian matematikanya
di kelas tujuh. Ujian ini sekaligus menilai tingkat keterampilan
matematika yang umumnya dibutuhkan orang dewasa dalam
kehidupan sosialnya.
Dasar dari keterampilan matematika, yaitu ‘pengetahuan sistem
bilangan‘,
adalah kemampuan untuk menghubungkan suatu jumlah dengan simbol numerik
yang mewakilinya, serta untuk memanipulasi jumlah dan melakukan
penghitungan. Keterampilan ini merupakan dasar untuk semua kemampuan
matematika lainnya, termasuk yang diperlukan orang dewasa sebagai
anggota masyarakat, sebuah konsep yang disebut numerasi.
Para
peneliti melaporkan bahwa upaya awal untuk membantu anak-anak mengatasi
kesulitannya mempelajari pengetahuan sistem bilangan, secara signifikan
bisa bermanfaat untuk jangka panjang. Dari data yang mereka peroleh,
tercatat lebih dari 20 persen orang dewasa AS tidak memiliki
keterampilan matematika kelas delapan yang dibutuhkan dalam dunia kerja.
Pengetahuan
sistem bilangan adalah kemampuan untuk menghubungkan suatu jumlah
dengan simbol numerik yang mewakilinya, serta untuk memanipulasi jumlah
dan melakukan penghitungan. Sebagai contoh, 3 titik pada gambar di atas
dapat diwakili dengan angka tiga dan 3 terdiri dari 2 dan 1 (Kredit:
NIH/National Institute of Child Health and Human Development)
“Pemahaman sejak
dini pada jumlah dan bilangan tampaknya menjadi fondasi bagi kita untuk
membangun pemahaman yang lebih kompleks pada bilangan dan
penghitungan,” kata Kathy Mann Koepke, Ph.D., direktur Ilmu Matematika
dan Kognisi dan Belajar: Program Pengembangan dan Gangguan di National
Institute of Child Health and Human Development (NICHD), Eunice Kennedy
Shriver, “Untuk mewujudkan prioritas nasional pada pendidikan di bidang
sains, teknologi, teknik dan matematika, maka sangat penting bagi kita
untuk memahami bagaimana anak-anak bisa menjadi terampil matematika, dan
intervensi apa saja yang dapat membantu mereka dalam berjuang membangun
keterampilan ini.”
Hasil penelitian ini merupakan bagian dari
studi anak-anak jangka panjang dalam sistem sekolah di Columbia. Diawali
dengan mengevaluasi kemampuan pengetahuan sistem bilangan pada para
siswa kelas satu dari 12 Sekolah Dasar. Pengetahuan sistem bilangan ini
terdiri dari beberapa prinsip inti:
Bilangan yang mewakili besaran yang berbeda (lima lebih besar dari empat).
Hubungan-hubungan
bilangan yang tetap sama meski bilangan-bilangan itu bervariasi.
Misalnya, perbedaan antara 1 dan 2 sama dengan perbedaan antara 30 dan
31.
Kuantitas (misalnya, tiga bintang) dapat diwakili dengan simbol (angka 3).
Bilangan yang dapat dipecah menjadi beberapa bagian (5 terdiri dari 2 dan 3 atau 1 dan 4).
Para peneliti juga mengevaluasi keterampilan kognitif seperti daya ingat, rentang waktu konsentasi, dan
kecerdasan umum.
Di
tahun-tahun berikutnya, studi kembali difokuskan pada para siswa yang
sama setelah mereka memasuki kelas tujuh. Dari hasil tes untuk
tingkat kelas ini, ditemukan bahwa anak-anak yang memiliki nilai
terendah untuk ujian pengetahuan sistem bilangan saat di kelas
satu, memperoleh nilai yang tertinggal dari rekan-rekan mereka. Para
peneliti mencatat bahwa perbedaan-perbedaan dalam hal numerasi di antara
kedua kelompok ini tidak ada kaitannya dengan kecerdasan, kemampuan
bahasa ataupun metode yang digunakan untuk menyelesaikan soal hitungan.
Nilai
yang rendah untuk hasil ujian pengetahuan sistem bilangan di kelas satu
SD secara signifikan memperbesar risiko bagi siswa memperoleh nilai tes
numerasi fungsional yang rendah di usia remaja. Dimulai dengan
rendahnya pengetahuan sistem bilangan, maka menjadi indikasi yang
menempatkan anak-anak sedemikian jauh di belakang, bahkan terlalu jauh
bagi mereka untuk bisa mengejar ketertinggalan. Grafik di atas
menampilkan keterampilan matematika berdasarkan kelas. (Kredit:
NIH/National Institute of Child Health and Human Development)
Untuk
pengujian di usia 13 tahun, 180 siswa ditugasi
menyelesaikan soal tes dalam waktu yang terbatas, meliputi soal-soal
penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian beberapa angka;
soal-soal kata; serta perbandingan dan penghitungan dengan pecahan.
Penelitian sebelumnya sudah menunjukkan bahwa tes ini bisa digunakan
untuk mengevaluasi ‘numerasi fungsional’, yaitu keterampilan yang
dibutuhkan orang dewasa untuk bisa masuk dan berhasil dalam dunia kerja.
Misalnya pemahaman terbatas aljabar yang diperlukan untuk menentukan
uang kembalian, mampu menjawab soal seperti: “Jika harga satu unit Rp.
1.400,- dan Anda menyerahkan Rp. 1.200,- pada kasir, ada seberapa
perempat dan berapa banyak uang receh untuk kembalian?” Aspek lain
dari numerasi fungsional juga termasuk kemampuan dalam memanipulasi
pecahan, seperti saat menggandakan bahan dalam resep makanan
(misalnya, menuangkan air dari wadah berisi 1½ gelas air ke dalam resep
yang memerlukan ¾ gelas air), atau menentukan titik pusat dinding ketika
ingin memasang lukisan atau rak tepat di tengah dinding.
Analisis
para peneliti menunjukkan bahwa, dengan rendahnya nilai ujian
pengetahuan sistem bilangan di kelas satu SD, secara signifikan
memperbesar resiko bagi siswa memperoleh nilai numerasi fungsional yang
rendah di usia remaja.
Para peneliti mengamati proses belajar dan
menemukan bahwa anak-anak kelas pertama yang mendapat nilai terendah
juga mengalami perkembangan yang paling lambat dalam hal pengetahuan
sistem bilangan di sepanjang tahun sekolahnya. Dimulai dengan buruknya
pengetahuan sistem bilangan, maka menjadi indikasi yang menempatkan
anak-anak sedemikian jauh di belakang, bahkan terlalu jauh bagi mereka
untuk bisa mengejar ketertinggalan.
“Temuan ini sangat berharga
untuk menempatkan perhatian pada gagasan bahwa numerasi sejak dini dalam
hidup berpengaruh besar tidak hanya bagi individu, namun juga bagi
masyarakat di mana ia tinggal dan bekerja,” tutur Dr. Mann Koepke.
Nilai
yang rendah untuk hasil ujian pengetahuan sistem bilangan di kelas satu
SD secara signifikan memperbesar risiko bagi siswa memperoleh nilai tes
numerasi fungsional yang rendah di usia remaja. Dimulai dengan
rendahnya pengetahuan sistem bilangan, maka menjadi indikasi yang
menempatkan anak-anak sedemikian jauh di belakang, bahkan terlalu jauh
bagi mereka untuk bisa mengejar ketertinggalan. Grafik di atas
menampilkan keterampilan matematika berdasarkan kelas. (Kredit:
NIH/National Institute of Child Health and Human Development)
Untuk
pengujian di usia 13 tahun, 180 siswa ditugasi
menyelesaikan soal tes dalam waktu yang terbatas, meliputi soal-soal
penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian beberapa angka;
soal-soal kata; serta perbandingan dan penghitungan dengan pecahan.
Penelitian sebelumnya sudah menunjukkan bahwa tes ini bisa digunakan
untuk mengevaluasi ‘numerasi fungsional’, yaitu keterampilan yang
dibutuhkan orang dewasa untuk bisa masuk dan berhasil dalam dunia kerja.
Misalnya pemahaman terbatas aljabar yang diperlukan untuk menentukan
uang kembalian, mampu menjawab soal seperti: “Jika harga satu unit Rp.
1.400,- dan Anda menyerahkan Rp. 1.200,- pada kasir, ada seberapa
perempat dan berapa banyak uang receh untuk kembalian?” Aspek lain
dari numerasi fungsional juga termasuk kemampuan dalam memanipulasi
pecahan, seperti saat menggandakan bahan dalam resep makanan
(misalnya, menuangkan air dari wadah berisi 1½ gelas air ke dalam resep
yang memerlukan ¾ gelas air), atau menentukan titik pusat dinding ketika
ingin memasang lukisan atau rak tepat di tengah dinding.
Analisis
para peneliti menunjukkan bahwa, dengan rendahnya nilai ujian
pengetahuan sistem bilangan di kelas satu SD, secara signifikan
memperbesar resiko bagi siswa memperoleh nilai numerasi fungsional yang
rendah di usia remaja.
Para peneliti mengamati proses belajar dan
menemukan bahwa anak-anak kelas pertama yang mendapat nilai terendah
juga mengalami perkembangan yang paling lambat dalam hal pengetahuan
sistem bilangan di sepanjang tahun sekolahnya. Dimulai dengan buruknya
pengetahuan sistem bilangan, maka menjadi indikasi yang menempatkan
anak-anak sedemikian jauh di belakang, bahkan terlalu jauh bagi mereka
untuk bisa mengejar ketertinggalan.
“Temuan ini sangat berharga
untuk menempatkan perhatian pada gagasan bahwa numerasi sejak dini dalam
hidup berpengaruh besar tidak hanya bagi individu, namun juga bagi
masyarakat di mana ia tinggal dan bekerja,” tutur Dr. Mann Koepke.
0 comments:
Posting Komentar